Wednesday, October 13, 2010

bengkaknya belum hilang

Suatu hari, Hendra datang menemui dokter spesialis kelamin untuk berkonsultasi. “Dokter, saya punya masalah. Tapi, Dokter harus janji tidak akan tertawa !” kata Hendra.

“Jangan khawatir, Saya janji tidak akan tertawa, itu melanggar sumpah kedokteran,” jawab dokter.
Hendra langsung menurunkan celananya. Kemudian, menunjukkan kelaminnya yang kecil sekali, mirip seperti karet penghapus pensil. Melihat itu, dokter pun tidak kuat menahan tertawa, sampai berguling-guling di lantai. Kira-kira lima menit, baru dokter itu mampu menghentikan tawanya. “ Maaf , saya keceplosan. saya janji tidak akan begitu lagi.  sekarang ceritakan permasalahan Anda ?”

Hendra akhirnya berkata dengan nada sedih, “Dokter sudah tiga hari, bengkaknya tidak hilang-hilang….”

PEMAKAMAN SANG DOKTER

Pada suatu hari, seorang dokter spesialis jantung meninggal dunia. Untuk mengenang jasa-jasanya, teman-teman dokter di Rumah Sakit tempat dia bertugas sepakat untuk membuatkan sebuah peti mati berbentuk jantung. Dan, acara penguburan pun berjalan dengan khidmat.

Satu bulan berselang, seorang dokter spesialis mata meninggal dunia. Seperti prosesi sebelumnya, teman-teman dokter itu sepakat untuk membuatkan peti mati berbentuk mata. Dan, prosesi penguburan pun berjalan dengan khidmat.

Setelah prosesi penguburan selesai, seluruh keluarga dan teman-temannya meninggalkan area pemakaman. Namun, hanya satu orang saja yang masih merenung sendirian di pinggir kuburan yang masih basah itu.

Akhirnya, salah seorang dokter segera menghampirinya, menepuk pundaknya, dan berkata, “Sudahlah, kamu mesti sabar dan tabah. Saya mengerti, dia merupakan sahabat karibmu di rumah sakit ! Pasti kamu sangat kehilangan dengan kepergian dia !” “Bukan itu… saya hanya memikirkan, bagaimana kelak kalau saya meninggal” jawab dokter spesialis penyakit kelamin itu sambil berlalu

RASA BERSALAH

“Tolong saya Dokter,” kata Budi pada dokter.

“Apa yang bisa saya bantu?”, tanya dokter.

“Beberapa hari yang lalu, ketika saya pulang dari kantor, saya menangkap basah istri saya sedang berselingkuh dengan lelaki lain. Kemudian, saya mengambil pisau, terus mengacungkannya kepada istri saya. Lelaki selingkuhannya itu berkata bahwa percuma saya membunuh istri saya karena saya akan masuk penjara dan tidak pernah lagi bisa bersama istri saya. Saya pun luluh. Kemudian, lelaki itu mengajak minum kopi”.
“Lalu apa masalahnya?” tanya dokter.

“Dua hari kemudian, istri saya melakukan hal yang sama dengan lelaki yang sama. Saya todongkan pisau ke arah lelaki itu. Namun, sekali lagi ia membujuk bahwa kalaupun ia mati, istrinya akan berselingkuh lagi dengan lelaki lainnya. Saya pun luluh dan ia pun mengajak saya minum kopi.”

“Jadi, apa hubungan kedua cerita tadi dengan kedatangan anda ke sini?” tanya dokter.

“Tunggu Dokter. Tadi pun saya memergoki istri saya melakukan hal yang sama. Kemudian, saya mengancam akan bunuh diri dengan pisau dapur. Sekali lagi, lelaki itu berkata bahwa kalau saya mati akan rugi karena justru akan memberi peluang pada istrinya untuk berselingkuh. Akhirnya, saya luluh dan sekali lagi ia mengajak saya minum kopi”.

“Ok… tidak usah basa basi lagi, langsung ke pokok persoalan saja!” kata dokter yang terlihat mulai tidak sabaran.

“Yang ingin saya tanya Dokter, apakah sering minum kopi itu bisa merusak kesehatan atau tidak ?”